Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 1)
Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.
Hukum asal
Hukum asal bagi wanita hamil atau menyusui adalah wajib berpuasa Ramadhan. Namun, kondisi wanita hamil atau menyusui itu beraneka ragam, sehingga hukumnya pun juga mengikuti kondisi yang dialaminya.
Kondisi wanita hamil atau menyusui beserta hukumnya
Pertama, wanita hamil atau menyusui yang melakukan puasa Ramadhan dengan kondisi: (1) tidak berat; atau (2) merasakan berat atau kesulitan yang wajar dan lumrah dialami serta masih kuat menjalaninya; atau (3) tidak dikhawatirkan membahayakan bayi/janinnya, maka dia tetap wajib berpuasa Ramadhan. Apabila dia nekad tidak berpuasa, padahal dia tahu hukumnya, maka dia berdosa.
Kedua, wanita hamil atau menyusui apabila berpuasa Ramadhan menyebabkan: (1) rasa berat yang tidak wajar; atau (2) khawatir membahayakan dirinya; atau (3) khawatir membahayakan bayi/janinnya; atau (3) menurut dokter yang amanah bahwa dia disarankan untuk tidak berpuasa, maka berarti dia memiliki uzur syar’i untuk tidak berpuasa. Sehingga dia tidak berdosa jika tidak berpuasa, dan ini juga pendapat empat mazhab sekaligus: Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafiiyyah, dan Hanabilah.
Hukum tidak berpuasa bagi wanita menyusui atau hamil yang merasa berat yang tidak wajar
Hukum tidak berpuasa baginya adalah afdhol, sehingga justru makruh baginya jika berpuasa. Sedangkan apabila puasanya sampai membahayakan dirinya atau janin atau bayinya, maka wajib baginya tidak berpuasa, dan haram berpuasa.
Kewajiban wanita hamil atau menyusui jika tidak berpuasa Ramadhan karena uzur syar’i hamil atau menyusui
Dalam masalah ini terdapat 7 pendapat [1], yaitu:
Pendapat pertama
Apabila wanita hamil atau menyusui tidak berpuasa karena khawatir membahayakan janin atau bayi, maka dia wajib meng-qodho’ dan menunaikan fidiah. Namun, apabila dia tidak puasa karena khawatir membahayakan diri sendiri atau membahayakan diri sendiri atau janin/bayi sekaligus, maka dia wajib meng-qodho’ saja.
Ini adalah pendapat Hanabilah, pendapat yang masyhur di kalangan Syafi’iyyah, pendapat Sufyan, serta sebuah riwayat dari Mujahid.
Pendapat kedua
Apabila wanita hamil atau menyusui tidak berpuasa karena khawatir membahayakan diri sendiri atau janin/bayi, maka wajib qodho’ saja. Ini adalah mazhab Hanafiyyah, pendapat Al-‘Auza’i, Abu ‘Ubaid, dan Abu Tsaur
Pendapat ketiga
Apabila wanita hamil atau menyusui tidak puasa karena uzur syar’i hamil atau menyusui, maka untuk wanita hamil wajib meng-qodho’ saja, sedangkan wanita menyusui wajib men-qodho’ dan menunaikan fidiah apabila mengkhawatirkan bayinya. Ini adalah pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyyah.
Pendapat keempat
Apabila wanita menyusui tidak puasa karena mengkhawatirkan bahaya, maka dia menunaikan fidiah. Sedangkan wanita hamil, jika tidak puasa karena mengkhawatirkan bahaya menimpa dirinya, maka dia meng-qodho’. Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri dan sebuah riwayat dari Yunus bin ‘Ubaid.
Pendapat kelima
Wanita hamil atau menyusui jika tidak puasa karena udzur syar’i hamil atau menyusui, maka bebas memilih antara menunaikan fidiah saja atau meng-qodho’ saja, ini adalah pendapat Ishaq.
Pendapat keenam
Apabila wanita yang hamil atau menyusui tidak berpuasa karena mengkhawatirkan janin atau bayinya, maka tidak ada kewajiban qodho’ dan fidiah bagi keduanya. Ini adalah pendapat Ibnu Hazm Azh-Zhahiri.
Pendapat ketujuh
Wanita hamil atau menyusui, jika tidak puasa karena udzur syar’i hamil atau menyusui, maka wajib menunaikan fidiah saja. Ini adalah pendapat dua sahabat yang mulia, yaitu Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma serta pendapat para imam dari kalangan Tabi’iin, seperti Sa’id bin Al-Musayyib (tentang wanita hamil), Sa’id bin Jubair (tentang wanita hamil), Al-Qosim bin Muhammad (tentang wanita hamil), Atha’, Mujahid, Thawus, ‘Ikrimah, Ibrahim An-Nakha’i (tentang wanita hamil), As-Suddi (tentang wanita menyusui), serta selain mereka, seperti Ishaq bin Rohawaih [2]. Dan di antara ulama zaman-zaman ini adalah Syaikh Al-Albani dan Syaikh Ali Hasan Al-Halabi rahimahumullah. Wallahu a’lam
Pendapat ketujuh ini adalah pendapat terkuat dengan beberapa alasan ilmiah yang akan kami sampaikan, insyaallah.
Wallahu Ta’ala a’lam.
[Bersambung]
Catatan kaki:
[1] https://www.almoslim.net/node/280212. [2] Al-Istidzkar, Mushannaf Abdur Razzaq, Tafsir Ath-Thabari (https://www.almoslim.net/node/280212).
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/63340-wajibkah-fidyah-bagi-wanita-hamil-atau-menyusui-jika-tidak-puasa-ramadhan-bag-1.html